posKu

  • budaya
  • hukum
  • politik
  • lifestyle
  • humor

Rabu, 27 Oktober 2010


MAKNA KEBEBASAN PERS DAN POLITIK DEMOKRASI
Geliat pers Indonesia akhir-akhir ini membawa perubahan besar dalam perwujudan demokrasi. Pers mencoba kembali menyambung hubungan aspirasi masyarakat dengan pemerintah yang sempat tersendat di era orde baru. Reformasi digulirkan, maka pers pun berbenah dan memperkuat eksistensinya. Salah satunya adalah dengan dikeluarkannya produk Undang-Undang no 40 tahun 1999 tentang pers. Setahun setelah reformasi berjalan.
Perjalanan 11 tahun setelah reformasi, pers dari otoriteran beralih menjadi pers tanggung jawab sosial. Negara mengusung politik demokrasi sebagai jargon utama dalam segala aspek. Semua ruang gerak bertemakan demokrasi. Demokrasi adalah lambang dari kebebasan yang berasaskan konstitusional. Sama halnya dengan pers menuntut sebuah kebebasan dalam menyuarakan pendapat dan realita yang terjadi di masyarakat.
Namun muncul ironi bahwa pers menjauh dari prinsip-prinsip kebenaran dan hanya menjual komersialitas. Atau bahkan pers kini telah menjelma menjadi polisi langsung bagi masyarakat. Tidak menjadi masalah jika pengemasannya secara benar dan tidak berat sebelah. Namun kini pers dan politik sedikit banyak telah beteman baik.
Cita-cita menjadi penyambung lidah rakyat yang baik sebenarnya itulah sebuah harapan. Namun, determinasi kata ‘baik’ inilah kemudian yang disalahartikan. Benar jika tidak ada informasi yang dilebihkan dan dikurangkan.  Oleh karena itulah adanya sebuah kode etik yang disepakati antar wartawan.


RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kedudukan pers di Indonesia ?
2.      Bagaimana makna kebebasan pers dan politik demokrasi di Indonesia?
TUJUAN MAKALAH
1.      Untuk mengetahui kedudukan pers di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui makna kebebasan pers dan politik demokri yang sebenarnya.
1.      KEDUDUKAN PERS DI INDONESIA
Pers di Indonesia merupakan lembaga sosial yang telah dijamin keberadaannya dengan payung hukum UU no 40 tahun 1999 tentang pers. Munculnya undang-undang ini secara legalitas formil merupakan penjabaran dari pasal 28 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak berpendapat.
Pers memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Ada yang berubah ketika membicarakan tentang kedudukan pers di Indonesia. Tahun 1998, reformasi telah mengubah seluruh tatanan Negara dan masyarakat. Sumbat demokrasi, dalam hal ini pers, kini tidak dapat dibungkam dan disetir oleh pemerintah. Dulu perusahaan pers harus bersiap diberendel jika ada sebuah tulisan yang menjelekan pamor pemerintahan, kini budaya pembrendelan sudah tidak berlaku.
Ketika orde baru semua berita terkesan sebagai pesanan pemerintah untuk mendongkrak pencitraan pemerintahan dan legitimasi kekuasaan atau disebut patner in progress.(Masduki, 2007:63)
Namun peran penting dari pers berdasakan pasal 6 telah mengaturnya. Untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai demokratis, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM serta kebhinekaan. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Dan juga memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Sebuah peranan yang mulia dalam menyalurkan amanat.
Untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers maka dibentuklah Dewan Pers yang independen. Seperti yang dilansir dalam pasal 15. Dewan pers ini selanjutnya akan memantau dan menilai fungsi sosial dari pers.
2.      TEORI PERS
Siebert (dalam Masduki, 2007:63) membagi empat teori besar sebuah pers, yaitu: (1) totalitarian teori, (2) libertarian teori, (3) komunis teori, (4) teori pertanggungjawaban sosial. Keempat teori ini memiliki masanya masing-masing dengan berbagai tujuan dan fungsinya. Pers otoriterian merupakan alat propaganda pemerintah dan fungsinya sebagai justifikasi kebenaran pendapat pemerintah terhadap berbagai masalaha yang muncul dimasyarakat.
Teori liberal muncul sebagai anti tesis teori otoriterian dan menyatakan bahwa pers bukan alat pemerintahan dan bisa dimiliki secara pribadi. Namun industrialisasi membuat kepemilikan media hanya terpusat pada pemodal besar yaitu kepentingan pemodal untuk balik modal. Hal ini menyebabkan control berada ditangan pemilik modal.
Oleh karena itu munculah teori pers tanggung jawab sosial. Teori ini mengadopsi filosofis diversity of ownership dan diversity of content. Prinsipnya adalah penciptaan ruang publik (public sphere). Pers harus menjamin kesetaraan akses semua pihak untuk berbicara lewat media sebab control media diletakkan pada opini masyarakat, yakni preferensi konsumen, dan standart professional. Untuk menjamin kepentingan umum, dimungkinkan adanya intervensi Negara secara terbatas.
3.      MAKNA KEBEBASAN PERS DAN POLITIK DEMOKRASI
Pers menurut Undang-Undang no 40 tahun 1999 adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisaan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
“ Saya menghargai kemerdekaan pers sebagaimana menghargai demokrasi” begitulah pernyataan yang dikeluarkan oleh presiden jika ditanya mengenai tanggapan beliau tentang pers. Pers dan demokrasi memang bagaikan dua permukaan sebuah koin. Sebuah Negara dikatakan demokratis jika kebebasan pers dijamin secara politik maupun hukum. Symbol sebuah demokrasi adalah kebebasan. Namun ketika kebebasan berada ditangan seseorang yang tidak berpendidikan maka seperti kapal tanpa nahkoda.
Makna pers bisa dipahami dari eksistensi keberadaanya dalam sebuah Negara dan juga aktor-aktor (wartawan) dibelakangnya. Eksistensi sebuah lembaga pers dalam sebuah Negara bisa dipengaruhi banyak hal, salah satunya adalah politik. Kesedaran sekumpulan orang yang berkeinginan untuk mengubah dunia melalui tulisan dari informasi yang terdapat di masyarkat. Ada sebuah slogan yang menyatakan bahwa pers adalah penyambung lidah rakyat. Ibarat sebuah kabel yang terdiri dari bebagai komponen. Jika salah satunya rusak atau berlebihan maka jatuhnya tidak seimbang bahkan tidak bermakna.
Seorang wartawan dituntut memiliki “semangat dan kepekaan yang tinggi” begitulah yang dikatakan seorang wartawan senior Jakob Oetama. Ada sebuah niatan mulia yang ingin dicapai pers yaitu bagaimana komunitas ini terus menerus menggugah kemajuan di masyarakat. dan juga menyatakan bahwa kebenaran senantiasa ada. Hal itu dilansir demikian "Sekalipun makna kebenaran ini harus didapat dengan susah payah. Pers harus mencerminkan bahwa kebenaran bagi rakyat senantiasa ada. Ini pula makna pers dalam demokrasi,"
Demokrasi memiliki prinsip pokok yakni martabat manusia dan hak-hak asasi yang dihormati dan dilidungi tanpa diskriminasi. Demokrasi juga mempunyai apa yag disebut sebagai hak-hak sipil yang dijamin secara konstitusional.
Terkait dengan makna demokrasi yang selalu diusung oleh pers, maka McQuaill menambakan relevansi teori demokratis partisipan (Masduki, 2007:67). Teori ini menyatakan bahwa warga Negara secara individual dan kelompok minoritas memiliki hak pemanfaatan media komunikasi dan hak untuk dilayani oleh media sesuai dengan kebutuhan yang mereka tentukan sendiri. Organisasi dan isi media tidak tunduk pada pengendalian politk yang dipusatkan atau dikendalikan oleh birokrasis Negara, kelompok, organisasi, dan masyarakat local.
Adalah benar kebebasan per itu dikaitkan dengan paham politik dan konstitusi, yakni jaminan atas hak untuk bebas menyatakan pendapatnya secara lisan maupu tulisan bahkan keduanya. Kenali prinsip dan karakter sebuah pers.
Kebebasan pers juga diperlukan agar masyarakat dapat memperoleh apa yang dikatakan oleh Dhal sebagai “the avaibility of alternative and independent source of information” (dalam Oetomo, 2001:76)
Ada indikasi bahwa pers di Indonesia kini telah kebablasan dalam menyiarkan sebuah informasi. Mulai dari gossip, kekerasan, criminal, investigasi, dan sex tetap bertahan bahkan menjadi rating  nomer 1. Hal itu menurut pandangan psikologis dan sosiologis bahwa sensasional tersebut memenuhi kebutuhan manusia (Oetomo, 2001: 24)
Dari kesemuaannya itu, pengadilan merupakan tumpuan dari kebebasan. (Oetomo, 2001: 106). Oleh karena itulah lembaga pengadilan dan para penegak hukum menjadi tuntutan gerakan reformasi. Sebuah Negara yang siap berdemokrasi maka siap dengan aturan hukum dan pengadilannya. Ketika pers adalah sahabat karib dari demokrasi maka pengawal dari itu semua adalah penegak hukum dan pengadilan.



DAFTAR PUSTAKA
Jakob Oetama: Kepekaan dan Semangat Jurnalisme Tidak Boleh Mati. Antara News. 23 September 2010.
Masduki. 2007. Regulasi Penyiaran: dari otoriter ke liberal. Jakarta: LKiS
Oetama, Jakob.2001.  Pers Indonesia: berkomunikasi dalam masyarakat tidak tulus. Jakarta: Kompas

http://www.presidensby.info. 22 Oktober 2010. Presiden Menghargai Kebebasan Pers

Peraturan Dewan Pers nomor: 6/peraturan-dp/v/2008

Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar