posKu

  • budaya
  • hukum
  • politik
  • lifestyle
  • humor

Jumat, 03 September 2010

PERAN STRATEGIS LPS DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENINGKATAN KESEJATERAHAN MASYARAKAT

Fungsi Dan Peran LPS
Pasal 37 B Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengamanatkan untuk mendirikan lembaga penjamin simpanan (LPS) di Indonesia. Amanat tersebut timbul sebagai jawaban atas krisis berat yang dialami oleh industri perbankan pada pertengahan tahun 1997. Ketika ijin usaha 16 bank dicabut dan dilikuidasi pada 1 November 1997, industri perbankan mengalami rush sebagai konsekuensi dari runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, dan tidak adanya peraturan yang cukup untuk mengatur perlindungan dana nasabah penyimpan pada saat bank dilikuidasi telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.

Pendirian lembaga penjamin simpanan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap dua risiko yaitu irrational run terhadap bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha bank biasanya hanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan untuk pemberian kredit.

Dengan adanya skim penjamin simpanan, pengumuman informasi negatif mengenai bank tertentu misalnya tidak berpengaruh terhadap bank lain sehingga tidak menyebabkan terjadinya kekacauan umum karena pasar telah mampu membedakan masalah keuangan yang dialami oleh perusahaan tertentu dan akibatnya kepada individual bank tersebut maupun terhadap industri bank secara keseluruhan.

Keberadaan penjamin simpanan juga sebagai upaya mempermudah penyelesaian bank bermasalah, misalnya akibat pencabutan ijin usaha suatu bank. Sehingga dampak merosotnya kepercayaan nasabah yang pada gilirannya dapat menimbulkan bank panic dapat dicegah sesegera mungkin. Hal itulah yang menjadi alasan didirikannya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan diberlakukannya UU No. 24 tahun 2004 tentang Pendirian LPS.

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Peningkatan Kesejaterahan Masyarakat.
Pertumbuhan ialah yang ada menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal itu pada umumnya dapat diketahui secara rata-rata dari penghitungan pendapatan nasional (national income). Berdasarkan data Pada tahun 2008 angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp 21,7 juta (US$ 2.271,2) dengan laju peningkatan sebesar 23,6 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2007 sebesar R p17,5 juta (US$ 1.942,1). Sementara itu PNB per kapita juga meningkat dari Rp 16,8 juta pada tahun 2007 menjadi Rp 20,9 juta pada tahun 2008 atau terjadi peningkatan sebesar 24,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi juga telah menaikkan pendapatan perkapita masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 yang mencapai 4,5% membuat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2009 naik menjadi Rp 24,3 juta (US$ 2.590,1) dibandingkan tahun 2008 yang sebesar Rp 21,7 juta (US$ 2.269,9).
Secara data numeric memang dikatakan ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan, namun pendapatan perkapita memang bukan satu-satunya tolak ukur untuk menilai tingkat kemakmuran atau kesejaterahan suatu bangsa. Penilaian kesejaterahan penduduk suatu negara tidaklah cukup dengan pendapatan perkapita yang dihitung berdasarkan rata-rata semata, namun harus pula memperhatikan distribusi pendapatan itu dikalangan penduduk.

Peran Strategis LPS
Keraguan dan ketidakpercayaan mendorong masyarakat menarik simpanannya secara besar-besaran dari perbankan dan terjadilah bank run atau bank rush. Dana yang ditarik itu sebagian dilarikan ke luar negeri yang menyebabkan capital flight, sebagian dialihkan untuk membeli valuta asing, serta sebagian lagi dibelanjakan untuk keperluan konsumtif sehingga inflasi melonjak.

Latar belakang itulah yang menyebabkan mengapa peran LPS sangat strategis. Lembaga ini menjamin simpanan nasabah maksimal Rp 100 juta terhitung mulai 22 Maret 2007 dari sebelumnya 1 M. Perubahan penjaminan ke nilai simpanan yang terbatas mengandung dua maksud. Pertama, mengajak kalangan perbankan terus proaktif membangun kepercayaan nasabahnya dan senantiasa meningkatkan profesionalitas karena bank yang menjamin sisa penjaminan LPS. Kedua, masyarakat pada umumnya dan nasabah khususnya perlu mengerti dan memahami bahwa simpanan yang dijamin oleh LPS adalah Rp 100 juta dan bukan berarti sisanya tidak dijamin, karena selisihnya tetap mendapatkan penjaminan dari bank. Jadi, ada semacam tanggung jawab dari masing-masing bank baik terhadap nasabahnya maupun pada kinerjanya sehingga terhindar dari kemungkinan kolaps atau goyah.

Peran strategis kedua, LPS ikut menentukan suku bunga penjaminan sebagai amanat tidak langsung dari ketentuan di UU mengenai syarat pembayaran klaim. Klaim tidak dapat dibayarkan apabila simpanan tidak tercatat secara resmi di bank, nasabah mendapatkan perlakuan khusus atau tak wajar dalam hal suku bunga, dan nasabah merupakan pihak yang menyebabkan bank bermasalah. Suku bunga penjaminan diartikan sebagai suku bunga simpanan tertinggi yang bisa dijamin oleh LPS. Pengertian dijamin adalah jika suatu saat bank mengalami masalah dan terpaksa harus ditutup atau dilikuidasi, simpanan para nasabahnya tidak akan hilang. Suku bunga penjaminan dijadikan acuan bank dalam menetapkan tingkat suku bunga simpanan. Setiap bank bisa menetapkan berapa pun tingkat suku bunga simpanannya dengan batasan paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan.

Di samping tugas utamanya melaksanakan program penjaminan, LPS memiliki tugas menangani bank gagal baik secara sistemik maupun tidak. Pengertian sistemik adalah jika kegagalan sebuah bank akan berdampak luar biasa berupa penarikan dana besar-besaran dan memengaruhi kelangsungan perekonomian. Pada bank gagal tidak sistemik, penyelamatannya tidak mengikutsertakan pemegang saham lama. Artinya, segala biaya menjadi tanggung jawab LPS. Penyelamatan bank gagal sistemik dapat melibatkan atau tidak melibatkan pemegang saham lama.

Dalam menangani bank gagal dengan skema apapun LPS diberi beberapa kewenangan. Di antaranya menyelenggarakan rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa sehingga bisa segera menguasai dan mengelola bank gagal. Kewenangan lainnya adalah melakukan penyertaan sementara, merger, atau konsolidasi dengan bank lain. Meski diperbolehkan melaksanakan penyelamatan bank, semua biaya yang timbul akibat kegiatan itu diperhitungkan sebagai penyertaan sementara. Jangka waktu penyertaan LPS dibatasi dan harus kembali menjual sahamnya maksimal 2-3 tahun sejak penyelamatan. Kalau suatu bank akhirnya dilikuidasi, hasil penjualan aset-asetnya didistribusikan berdasarkan prioritas, yaitu untuk gaji dan pesangon karyawan, operasional, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh LPS. Jika hasil penjualan aset belum mencukupi, sisanya menjadi kewajiban pemegang saham lama.

Perlu disadari, menciptakan stabilitas perbankan yang pada muaranya adalah stabilitas sistem keuangan dan perekonomian secara menyeluruh, tidak hanya bisa bergantung kepada LPS. Lembaga tersebut hanya salah satu bagian dari jaring pengaman sistem keuangan, sehingga dengan demikian membutuhkan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang terkait, misalnya Bank Indonesia (BI).

Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang memetakan dan mengatur lanskap perbankan di Tanah Air secara lebih rapi amat relevan dengan tugas dan fungsi LPS. Sebab, ada klasifikasi dan spesifikasi bank sehingga pemantauannya akan lebih mudah. Sedang dibahasnya oleh DPR dan pemerintah tentang RUU Otoritas Jasa Keuangan yang salah satu fungsinya kelak antara lain pengawasan perbankan diharapkan kondisi perbankan sekarang yang sudah baik, pengawasan akan lebih baik lagi dan tak boleh dikendorkan. Lebih dari itu, LPS sangat memerlukan dukungan seluruh masyarakat, khususnya kalangan perbankan dalam kerangka mewujudkan perbankan yang sehat, profesional, dan mendorong pertumbuhan ekonomi untuk menyejahterakan rakyat. Dukungan masyarakat tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari kepercayaan rakyat terhadap penjaminan simpanan nasabah yang efektif.

Dari beberapa penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa peran strategis dari LPS pada dasarnya adalah kemampuan konsistensi pada niatan dasar yang diamanhkan pada Undang-Undang no 24 tahun 2004. Konsistensi tersebut dapat dilihat dari hasil regulasi dan keputusan yang telah dihasilkan oleh dewan komisioner.

SEPEDA MOTOR: KRISTALISASI KEBUDAYAAN DARI ONTOLOGIS MENUJU FUNGSIONALIS MENGALAMI TRANSPARADIGMA

Sepeda motor sebagai produk dari kristalisasi kebudayaan manusia yang mengalami transparadigma dari paradigma ontologis menuju fungsionalis yang dipengaruhi perubahan kondisi masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran kritis progresif untuk menyikapi keberadaan sepeda motor.
Kata kunci: kristalisasi kebudayaan, transparadigma, ontologis-fungsionalis

Sepeda motor ternyata memiliki cerita sejarah yang panjang di Indonesia. berbagai informasi mengatakan bahwa sepeda motor sudah hadir di negara ini sejak masih berada di bawah pendudukan Belanda dan masih bernama Hindia Timur, Oost Indie atau East India. Data yang ada menyebutkan sepeda motor ada sejak tahun 1893 atau 115 tahun yang lalu.

Sepeda motor pertama di buat oleh ahli mesin Jerman Gottlieb Daimler tahun 1885 ketika dia memasang sebuah mesin dengan pembakaran sempurna pada sebuah sepeda kayu yang dia desain sendiri. Sepeda tersebut memiliki empat roda, termasuk dua roda tambahan (seperti roda pada sepeda anak-anak). Kecepatan awal sepeda motor pertama ini mendekati 10Kpj.

Di Indonesia sendiri kehadiran sepeda motor pertama kalinya dimiliki oleh orang inggris yang bernama John C Potter. Seorang masinis ini memesannya langsung ke pabrik Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen, Jerman. Sepeda motor buatan Hildebrand und Wolfmüller itu belum menggunakan rantai, roda belakang digerakkan secara langsung oleh kruk as (crankshaft). Sepeda motor itu belum menggunakan persneling, belum menggunakan magnet, belum menggunakan aki (accu), belum menggunakan koil, dan belum menggunakan kabel-kabel listrik. Sepeda motor itu menyandang mesin dua silinder horizontal yang menggunakan bahan bakar bensin atau nafta. Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan mestabilkan mesinnya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman sepeda motor mengalami penyempurnaan mulai dari bentuk, mesin, hingga fungsinya.

Kristalisasi Kebudayaan
Dari sejarah ditemukannya sepeda motor diatas menunjukan pada kita bahwa kebudayaan itu tidak bersifat statis melainkan dinamis menuruti hasrat manusianya. Seperti yang dijelaskan Bakker, kebudayaan tidak cukup dipahami hanya berdasarkan etimologinya. Misalkan kata culture. Kebudayaan bagi Bakker adalah suatu aktivitas/proses sekaligus hasil, dan hasil tersebut juga mesti dibentuk dan dibentuk lagi. Kebudayaan berunsurkan pengetahuan, teknologi, kesosialan, ekonomi dan kesenian. Unsur-unsur ini saling berkonfigurasi memproduksi nilai-nilai, memberi bentuk dan makna.
Sepeda motor merupakan hasil dari proses. Proses dari pemutakhiran sebuah teknologi dan aktualisasi pemikiran (idea) manusia. Mengapa demikian, hal ini dikarenakan sepeda adalah sebuah alat yang diciptakan manusia untuk mempersingkat waktu. Namun ketika manusia merasakan bahwa peciptaan mesin bermotor akan lebih memepersingkat waktu dan jarak tempuh maka, ada sebuah aktualisasi pemikiran untuk mencitakan sepeda dengan mesin bermotor. Proses tersebut pun tidak sampai disitu, namun terus berlanjut. Hal demikianlah yang disebut kristalisasi dalam bentuk wujud. Tidak ada lagi yang disebut sebagai budaya berjalankaki melainkan budaya bermotor.
Dari Ontologis Menuju Fungsionalis
Paradigma ontologis menurut van Peursen adalah keinginan secara bebas untuk mengetahui segala ihwal dengan berdistansi dari realitas. Pemikiran ontologis berbicara dan bertanya mengenai hakikat sesuatu, berkonsentrasi pada apa itu sesuatu. Sedangkan paradigma fungsionalis merupakan pembebasan dari kerangka pemikiran substansial, dan berkonsenterasi pada bagaimana itu ada.
Tahap fungsional adalah pencarian kembali relasi yang tepat antara manusia dan realitas di luarnya, upaya untuk mempertaukan diri dalam jaringan interaksi. Dengan demikian manusia lebih memahami realitas dari sisi efek bagi dirinya. Inilah sebuah pemikirian dengan asas terbalik.

Transparadigma
Transparadigma dikatakan sebagai perpindahan gagasan. Perpindahan timbul akibat adanya unsur-unsur pendorong dan keterbatasan. Sepeda motor tercipta karena pemikiran fungsionalis. Perkembangan mesin dari abad ke abad semakin mutakhir dan lebih menguntungkan untuk konsumen dengan pertimbangan fungsi atau biasa disebut utilitas, maka jumlah sepeda motor di Indonesia mengalami peningkat. Selain itu, tingkat pendapatan perkapita juga ikut menjadi indikator.

Awal perubahan paradigma terjadi dari peningkatan atau penurunan mobilitas sosial. Seperti yang dijelaskan Narwoko Mobilitas sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok. Berdasarkan Deputi Neraca dan Bidang Analisis Statistik . Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 yang mencapai 4,5% membuat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2009 naik menjadi Rp 24,3 juta (US$ 2.590,1) dibandingkan tahun 2008 yang sebesar Rp 21,7 juta (US$ 2.269,9). Hal ini berarti berarti secara umum penduduk Indonesia terjadi peningkatan mobilitas. Salah satu yang terpengaruh adalah perubahan standar hidup sehingga kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersier dapat dipenuhi.

Terjadinya transparadigma memiliki keterkaitan dengan teori perilaku konsumen. Titik berat dari teori ini adalah bagaimana permintaan konsumen terbentuk dan kapan konsumen merasa puas. Aspek demikian, pada gilirannya berperan menentukan corak sikap. Selanjutnya van Peursen menyebutkan cara tafsir kita terhadap teknologilah dan bersikap selektif merupakan unsur strategi kebudayaan. Selain itu perlu ditekankan bahwa daya cipta itu penting, inventivitas harus dipupuk. Daya cipta tidak serta-merta mesti melihat ke depan. Daya cipta kadang justru memerlukan langkah mundur ke belakang, agar dapat melompat ke depan. Karena sebuah kemajuan bisa mengandung kemunduran yang fatal. Van Peursen mengartikan kebudayaan adalah pekerjaan yang tidak pernah selesai.

BELAJAR DEMOKRASI MELALUI KELUARGA

Belajar demokrasi tidaklah harus di sekolah. Pembelajaran demokrasi yang paling baik dan pertama kali didapatkan melalui personil keluarga. Keluarga adalah komponen dasar namun penentu dari terbentuknya sikap demokratis di dalam diri seorang manusia.

Beberapa penelitian yang dilakukan para ahli menyimpulkan bahwa seorang anak akan sukses di lingkungan sosialnya jika mereka dekat dengan kedua orangtuanya. Sebagai contoh, diusia balita merupakan periode emas ketika anak mampu menangkap semua informasi yang ada di sekelilingnya. Kemudian pengalaman tersebut dibawa dan akan bertambah seiring dengan usia sekolah tingkat dasar, hingga pada akhirnya menjadi bekal ketika berada dilingkungan sosial.

Di periode keemasannya seharusnya orangtua memeberikan peran aktif fleksibel dalam mengarahkan dan mengenalkan semua perbedaan dengan wawasan yang luas. Salah satunya dengan sering menonton tv bersama dengan buah hati dan memeberikan komentar-komentar yang bersifat mendidik dan elaboratif. Hal itu guna memancing anak bersikap kritis dengan banyak bertanya kepada orang-orang disekitarnya.

Membiarkan anak bermain dengan teman-temannya sekampung itu adalah langkah yang paling jitu dalam mengenalkan perbedaan. Mereka akan mengenal teman-temannya dan lingkungan permainannya. Banyak permainan-permainan yang direncanakan sang buah hati ketika berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Namun, peran bunda sangat diperlukan dalam mengontrol dan membantu si anak untuk perlahan tetapi pasti dalam menyimpulkan dan mengevaluasi semua perilaku sang anak ketika berada dengan temannya. Yaitu bertanya dengan pertanyaan yang ringan, seperti “adek tadi main apa? Dengan siapa?, terus adek menang nggak?” dan sebagainya yang penting komunikatif. Oleh karena itu peran bunda sangat penting dalam menjelaskan perbedaan, karena perbedaan adalah penjelasan yang sangat simple dari maksud demokrasi.